Widget HTML Atas

Thailand dan Kamboja Siap Berperang, Ini Akar Masalahnya

Featured Image

Konflik Perbatasan Thailand dan Kamboja Kembali Membara

Konflik perbatasan antara Thailand dan Kamboja kembali memicu ketegangan yang tinggi. Pada hari Kamis (24/7), Thailand meluncurkan serangan udara ke sasaran militer di wilayah Kamboja, menuduh negara tetangganya tersebut telah melakukan penembakan terlebih dahulu menggunakan roket dan artileri. Serangan ini menyebabkan sedikitnya 11 warga sipil Thailand tewas, termasuk seorang anak berusia delapan tahun dan seorang tentara. Hingga saat ini, belum ada laporan korban dari pihak Kamboja.

Kedua negara saling menyalahkan atas dimulainya konflik. Situasi ini berpotensi berkembang menjadi peperangan yang lebih besar. Sengketa ini bukanlah hal baru, karena ketegangan telah muncul sejak insiden tembak-menembak pada Mei lalu yang menewaskan seorang tentara Kamboja. Sejak itu, aksi balasan terus berlangsung.

Thailand mengambil langkah-langkah pembatasan akses lintas batas, sementara Kamboja merespons dengan larangan impor produk Thailand, pemblokiran siaran film, hingga pembatasan bandwidth internet dari negara jiran. Kondisi memuncak pekan ini setelah lima tentara Thailand terluka akibat ranjau darat saat patroli. Thailand menuduh ranjau tersebut baru saja dipasang, sehingga memicu penutupan pos perbatasan, penarikan duta besar, dan pengusiran diplomat Kamboja.

Phnom Penh secara keras membantah tuduhan tersebut, namun merespons dengan menurunkan tingkat hubungan diplomatik dan menarik semua staf kedutaannya di Bangkok. Di balik konflik ini, situasi politik domestik di kedua negara memberi gambaran mengapa eskalasi sulit dihindari.

Di Kamboja, kekuasaan kini berada di tangan Hun Manet, putra mantan pemimpin otoriter Hun Sen yang berkuasa hampir 40 tahun. Banyak pengamat meyakini bahwa Hun Sen masih menjadi aktor utama di balik layar, memanfaatkan sentimen nasionalisme untuk memperkuat posisi putranya. Matt Wheeler dari International Crisis Group mengatakan, “Hun Manet memerintah di bawah bayang-bayang ayahnya.”

Sementara di Thailand, situasinya tidak kalah rumit. Perdana Menteri Paetongtarn Shinawatra saat ini diskors dari jabatannya, di tengah kritik tajam terhadap respons yang lambat atas konflik perbatasan. Bocoran rekaman percakapannya dengan Hun Sen, di mana dia menyebut sang mantan pemimpin sebagai 'paman' dan berjanji akan mengurus apa pun yang diminta, memperburuk citra dirinya.

Rekaman tersebut juga mencakup pernyataan meremehkan terhadap seorang petinggi militer Thailand, yang bisa memicu gesekan politik lebih besar mengingat kuatnya pengaruh militer di negeri itu. Tita Sanglee dari ISEAS, Yusof Ishak Institute, menyatakan bahwa partai yang dipimpin Paetongtarn kini berada di posisi rapuh. “Pheu Thai tidak punya banyak pilihan selain mengikuti kehendak militer,” ujar dia.

Respons militeristik dari pemerintah bisa jadi merupakan upaya meraih kembali dukungan publik. Namun, upaya penyelesaian lewat jalur hukum internasional tampaknya tidak akan mudah. Meski Kamboja mengajukan perkara ini ke Mahkamah Internasional (ICJ), Thailand menolak yurisdiksi lembaga tersebut.

ASEAN dinilai terlalu pasif untuk menjadi mediator, sementara satu-satunya kekuatan eksternal yang punya pengaruh besar adalah Tiongkok. Namun, hubungan erat Beijing–Phnom Penh bisa membuat Thailand dan negara tetangga lainnya enggan melihat Tiongkok terlalu dominan dalam proses penyelesaian konflik.

PM sementara Thailand Phumtham Wechayachai menyerukan agar pertempuran dihentikan sebagai prasyarat dialog. “Belum ada deklarasi perang dan konflik belum menyebar ke provinsi lain,” ujar dia menenangkan. Sebaliknya, PM Kamboja Hun Manet melangkah lebih jauh dengan meminta Dewan Keamanan PBB menggelar sidang darurat dan menuduh Thailand melakukan agresi militer sepihak yang tidak beralasan.

Di tengah bayang-bayang nasionalisme, krisis ekonomi, dan dinamika politik dalam negeri, konflik perbatasan ini berisiko menjelma menjadi titik didih baru di Asia Tenggara, dan sejauh ini, belum ada tanda-tanda pendinginan.

No comments for "Thailand dan Kamboja Siap Berperang, Ini Akar Masalahnya"