Daerah Khawatir Efisiensi Kurangi Dana, Ekonomi Terancam?

Kebijakan Efisiensi Belanja Transfer ke Daerah Mulai Berdampak
Pemerintah Provinsi Sumatra Selatan (Sumsel) mulai mempersiapkan antisipasi terhadap kebijakan efisiensi belanja transfer ke daerah. Mereka berharap bahwa langkah tersebut tidak akan memberikan dampak negatif terhadap target-target pembangunan daerah. Kepala Bidang Perekonomian dan Pendanaan Pembangunan Bappeda Sumsel Hari Wibawa menyampaikan bahwa mekanisme penahanan dana efisiensi di pusat diharapkan tidak menjadi penghambat akselerasi program prioritas di Bumi Sriwijaya.
Terutama, kata dia, pada pembangunan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi masyarakat, dan penguatan layanan publik. Saat ini, dampak dari penundaan sebenarnya sudah mulai terasa. Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan memahami bahwa efisiensi TKD sesuai PMK 56/2025 bertujuan untuk memastikan anggaran digunakan secara tepat sasaran.
Sumsel memiliki peran strategis dalam perekonomian nasional. Hal itu dapat dilihat dari share PDRB Sumsel terhadap Pulau Sumatera yang sebesar 13,63%. Sehingga kelancaran transfer dana akan berdampak langsung pada sejumlah instrumen penting daerah, seperti pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, dan daya saing daerah.
Sebagai upaya dalam menghadapi efisiensi anggaran, Pemerintah Provinsi Sumsel telah melakukan beberapa langkah. Pertama, melakukan penguatan pendapatan asli daerah (PAD), dengan meningkatkan jumlah kendaraan bermotor yang membayar pajak. Kedua, pihaknya juga mengirimkan Surat Gubernur kepada pemerintah pusat untuk tetap menganggarkan atau melanjutkan proyek-proyek PSN yang telah ditetapkan di Sumsel. Fokusnya pada proyek yang memberi multiplier effect besar terhadap perekonomian daerah, seperti infrastruktur distribusi hasil pertanian dan energi.
Dampak Efisiensi Anggaran di Jawa Barat
Pemerintah Provinsi Jawa Barat juga terdampak oleh efisiensi anggaran yang diteken oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani lewat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 56/2025 tentang Tata Cara Pelaksanaan Efisiensi Belanja dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Aturan ini berlaku mulai 5 Agustus 2025 lalu, sejak awal menjadi bahan pembahasan dalam perancangan APBD Perubahan 2025 Provinsi Jawa Barat.
Sekda Jabar Herman Suryatman mengatakan bahwa aturan tersebut memiliki dampak pada kementerian dan lembaga di tingkat Pusat. Namun, diakui Herman, PMK 56/2025 tetap membawa dampak pada pengurangan anggaran ke Provinsi Jawa Barat. Untuk Jawa Barat terkena dampak pengurangan DAK Fisik sebesar Rp169 miliar.
Pemprov Jabar menargetkan Pendapatan Daerah mengalami peningkatan semula sebesar Rp30,99 triliun menjadi sebesar Rp31,09 triliun atau bertambah sebesar Rp94,95 miliar, naik 0,31%. Rinciannya, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Rp19,31 triliun bertambah sebesar Rp64,42 miliar menjadi Rp19,37 triliun. Sedangkan Pendapatan Transfer yang semula Rp11,67 triliun bertambah sebesar Rp30,52 miliar menjadi Rp11,70 triliun, naik 0,26%. Sementara, Pendapatan Daerah lain-lain tidak mengalami perubahan yaitu Rp23,19 miliar.
Risiko Ekonomi Tertekan
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Armand Suparman menilai langkah pemerintah pusat mencadangkan TKD hasil efisiensi dan tidak menyalurkannya ke daerah—sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (4) dan (5) PMK 56/2025—akan memukul belanja modal daerah. Belajar dari enam bulan terakhir saat Inpres 1/2025 berlaku, pemotongan TKD sekitar Rp50 triliun, terutama pada DAK fisik, berdampak signifikan. Hampir setengah DAK fisik dipangkas dan itu sangat mengganggu proyek-proyek infrastruktur yang menjadi kewenangan daerah.
DAK fisik memiliki peran ganda, yaitu mendorong pemerataan pembangunan dan pencapaian prioritas nasional, serta menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi lokal. Pemangkasan anggaran tersebut membuat daerah kehilangan daya dorong untuk menjalankan pembangunan sesuai kebutuhan masing-masing. KPPOD mencatat bahwa selain infrastruktur, efisiensi belanja juga memukul sektor jasa. Misalnya, larangan penggunaan anggaran untuk kegiatan di hotel berdampak pada industri perhotelan dan restoran di daerah, serta mengurangi penerimaan pajak daerah dari sektor tersebut.
Dampak Jangka Panjang Efisiensi TKD
Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) M. Rizal Taufikurahman meyakini efisiensi TKD melalui penahanan pencairan dana akan berdampak langsung ke keterlambatan proyek infrastruktur daerah, pengurangan belanja modal, dan hilangnya potensi efek pengganda (multiplier effect) di sektor riil daerah. Menurut pengajar di Universitas Trilogi Jakarta itu, daerah dengan ketergantungan tinggi pada TKD seperti daerah tertinggal dan otonomi khusus akan merasakan kontraksi belanja publik yang signifikan.
Dalam jangka pendek, ini dapat menekan pertumbuhan ekonomi regional, memperlambat penciptaan lapangan kerja, dan menurunkan daya beli. Dalam jangka panjang, ketertinggalan infrastruktur dan layanan publik bisa semakin lebar antarwilayah.
No comments for "Daerah Khawatir Efisiensi Kurangi Dana, Ekonomi Terancam?"
Post a Comment