Widget HTML Atas

Kronologi Film Merah Putih Dapat Kritik, Biaya Produksi Rp 6,7 Miliar Dinilai Mahal oleh Hanung Bramantyo

Featured Image

Kritik Terhadap Film Merah Putih One For All yang Menghebohkan

Film animasi Merah Putih One For All kini menjadi sorotan publik setelah mendapat kritik tajam dari berbagai kalangan. Film yang dianggap memiliki biaya produksi tinggi, yaitu sebesar Rp 6,7 miliar, justru dinilai memiliki kualitas animasi yang kurang memadai dan alur cerita yang tidak menarik. Hal ini memicu reaksi keras dari netizen, terutama karena film tersebut direncanakan tayang di bioskop menjelang peringatan Hari Kemerdekaan RI.

Dalam proses produksinya, film ini juga diketahui dikerjakan dalam waktu kurang dari dua bulan, tepatnya mulai Juni 2025. Pada awal Agustus, trailer film tersebut telah dirilis melalui berbagai saluran YouTube seperti Perfiki TV, CGV Kreasi, dan Historika Film. Namun, bukannya mendapatkan apresiasi, trailer tersebut justru mendapat banyak kritik dari warganet yang merasa kecewa dengan hasil akhir yang ditampilkan.

Latar Belakang Produksi Film Merah Putih One For All

Film animasi yang berjudul Merah Putih One For All diproduksi oleh rumah produksi Perfiki Kreasindo, yang berada di bawah naungan Yayasan Pusat Perfilman H. Usmar Ismail. Produser utama film ini adalah Toto Soegriwo, sementara Sonny Pudjisasono menjabat sebagai produser eksekutif. Sutradara sekaligus penulis skenario adalah Endiarto dan Bintang Takari, yang juga bertugas sebagai animator visual utama. Meskipun nama-nama tersebut cukup asing bagi masyarakat luas, mereka tetap menjadi bagian penting dari proyek film ini.

Kritik terhadap film ini semakin memuncak ketika Hanung Bramantyo, seorang sutradara ternama, memberikan komentar tajam. Ia mempertanyakan mengapa film ini bisa mendapatkan jadwal tayang di bulan Agustus, meskipun saat itu jumlah antrean film untuk tayang di bioskop Indonesia sudah mencapai ratusan judul. Dalam unggahan Instagram Story-nya, ia menyoroti pernyataan produser film yang menyatakan bahwa film ini tidak menerima dana dari pemerintah, namun hasilnya justru dinilai buruk dan tergesa-gesa.

Sinopsis dan Tema Film Merah Putih One For All

Merah Putih: One For All menceritakan petualangan delapan anak dari berbagai latar budaya, termasuk Betawi, Papua, Medan, Tegal, Jawa Tengah, Makassar, Manado, dan etnis Tionghoa. Mereka tergabung dalam "Tim Merah Putih" yang bertugas menjaga bendera pusaka yang selalu dikibarkan pada upacara 17 Agustus setiap tahun. Namun, tiga hari sebelum upacara, bendera tersebut hilang dan delapan anak ini harus bersatu dalam misi heroik untuk menemukan kembali bendera tersebut.

Film ini mengusung tema kebangsaan, persatuan, dan keberagaman. Dengan alur cerita yang dianggap cukup menarik, film ini diharapkan dapat menjadi representasi dari semangat nasionalisme Indonesia. Namun, kritik terhadap kualitas animasi dan proses produksi yang tergesa-gesa membuat film ini menjadi topik hangat di media sosial.

Proses Produksi yang Cepat dan Anggaran Besar

Film ini diproduksi dalam waktu yang sangat singkat, hanya kurang dari dua bulan. Walaupun anggaran yang digunakan mencapai Rp 6,7 miliar, hasil akhirnya dinilai masih jauh dari harapan. Banyak orang merasa heran dengan kecepatan produksi yang begitu cepat, terlebih jika dibandingkan dengan kualitas animasi yang dihasilkan. Sebaliknya, beberapa film animasi independen di Indonesia, seperti Jumbo karya Ryan Adriandhy, dianggap memiliki kualitas yang lebih baik dan lebih layak untuk ditonton.

Selain itu, film ini juga akan tayang bersamaan dengan karya-karya lain seperti La Tahzan milik Hanung Bramantyo, serta film-film Indonesia lainnya seperti Tinggal Meninggal dan Panggilan dari Kubur. Meski demikian, Merah Putih: One For All tetap menjadi perhatian utama publik, terutama karena kritik yang muncul sebelum penayangan resmi di bioskop.

No comments for "Kronologi Film Merah Putih Dapat Kritik, Biaya Produksi Rp 6,7 Miliar Dinilai Mahal oleh Hanung Bramantyo"